Kamis, 27 November 2014

Akhlaq Tasawuf

Dosen Pembimbing :
Dr.Kh.Alwi Uddin

Diajukan sebagai tugas
“Akhlak Tasawuf”

Di susun oleh:  

Muhammad Danial

Pendidikan ulama tarjih
Universitas muhammadiyah makassar
Tahun ajaran 2012-2013

KATA PENGANTAR

          Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena berkat rahmat dan ridla-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini, tidak lupa shalawat dan salam semoga selamanya tercurahkan kepada sang pemimpin revolusi sedunia, pendobrak kebathilan yaitu Nabi besar Muhammad SAW.
          Kami penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada seluruh pihak yang telah membantu dan memotivasi kami dalam menyelesaikan makalah ini.
          Penulis sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca supaya menjadi dorongan dan perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Aamiin yaa Robb Al’aalamiin

Makassar, 17 Juli 2013

                                                                                                 Penyusun

 DAFTAR ISI

I.KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
II.DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2
BAB I
PENDAHULUAN
a.  Latar Belakang ............................................................................................. 3
b.  Rumusan Masalah............................................................................................ 3
c.  Tujuan............................................................................................................ 3
BAB II
PEMBAHASAN
              A. Pengertian Istiqomah .................................................................................... 4
              B. Dalil-dalil Istiqomah...................................................................................... 5
              C. Karakteristik Perilaku Istiqomah................................................................. 8

BAB III
PENUTUP
             Kesimpulan.................................................................................................. 9
       DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 9



BAB I
PENDAHULUAN

a.         Latar Belakang
          Sifat (istiqomah)adalah menjadi tuntutan Islam seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT dalam QS. Fushilat: 6, yang artinya: Katakanlah wahai Muhammad “Sesungguhnya aku hanyalah seorang  manusia seperti kamu, diwahyukan kepada aku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang satu; maka hendaklah kamu teguh di atas jalan yang lurus”.
          Sifat istiqomah inilah yang harus dimiliki oleh setiap muslim demi meraih kesuksesan di dunia dan di akhirat. Bercermin pada keberhasilan yang diraih oleh Rasulullah SAW, beliau teguh dalam membawa misi risalah dakwahnya meskipun beribu-ribu rintangan dan hambatan menghadang.
b.        Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
a. Pengertian istiqomah
b. Dalil-dalil yang berkaitan dengan istiqomah
c. Karakteristik perilaku istiqomah

c.         Tujuan
Adapun tujuan makalah adalah sebagai berikut:
a.    Mengetahui pengertian istiqomah
b.    Mengetahui dan memahami dalil-dalil yang berkaitan dengan istiqomah
c.    Mengetahui karakteristik perilaku istiqomah
d.   Meneladani perilaku istiqomah.







BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Istiqomah
                    Istiqomah menurut bahasa adalah pendirian yang teguh atas jalan yang lurus. Sedangkan menurut istilah, istiqomah adalah bentuk kualitas batin yang melahirkan sikap konsisten (taat asas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik, sebagaimana kata taqwimmerujuk pula pada bentuk yang sempurna.
 Mengenai pengertian istiqomah itu sendiri, para ulama berbeda pendapat diantaranya;  
a.Menurut Abu al-Qasim al-Qusyairi : “istiqomah adalah sebuah tingkatan yang menjadi pelengkap dan penyempurna segala urusan. Lantaran istiqomahlah segala kebaikan berikut aturannya dapat terwujud”
                      b.Menurut al-Wasithi : “istiqomah adalah sifat yang bisa menjadikan sempurnanya kebaikan. Apabila ia hilang, kebaikan-kebaikan menjadi buruk”
                      c.Menurut Abu Bakar : “bahwa meraka yang beristiqomah adalah orang-orang yang tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatupun.
                      d.Menurut Abu Ali ad-Daqqaq : “ada tiga derajat pengertian istiqomah, yaitu
-menegakkan atau membentuk sesuatu (taqwiim) yakni, menyangkut disiplin jiwa,
-menyehatkan dan meluruskan (iqomah),yakni berkaitan dengan penyempurnaan,
-berlaku lurus (istiqomah),yakni berhubungan dengan tindakan mendekatkan diri pada Allah SWT.
                   Sikap istiqomah menunjukkan kekuatan iman yang merasuki seluruh jiwa, sehingga seseorang tidak akan mudah goncang atau cepat menyerah pada tantangan atau tekanan. Mereka yang memiliki jiwa istiqomah itu adalah tipe manusia yang merasakan ketenangan luar biasa walau penampakkannya di luar bagai seorang yang gelisah. Dia merasa tenteran karena apa yang dia lakukan merupakan rangkaian ibadah sebagai buktimahabbah. Tidak ada rasa takut apalagi keraguan.
                   Dengan demikian, istiqomah bukanlah berarti sebuah sikap yang jumud, tidak mau adanya perubahan, namun sebuah kindisi yang tetap konsisten menuju arah yang diyakininya dengan tetap terbuka terhadap gagasan inovatif yang akan menunjang atau memberikan kontribusi positif untuk pencapaian tujuannya.
Mengomentari masalah ini, Dr. Nurcholis Madjid berkata :
“Kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqomah mengandung makna yang statis. Memang istiqomah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekkan, namun lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis”, maka itulah yang disebut istiqomah.
                   Pribadi muslim yang profesional dan berakhlak memiliki sikap konsisten yaitu kemampuan untuk bersikap pantang menyerah, mampu mempertahankan prinsip serta komitmennya walau harus berhadapan dengan resiko yang membahayakan dirinya.  Mereka mampu memngendalikan diri dan mengelola emosinya secara efektif. Sikap konsisten telah melahirkan kepercayaan diri yang kuat dan memiliki integritas serta mampu mengelola stres dengan tetap penuh gairah. Seorang yang istiqomah tidak mudah berbelok arah betapapun godaan untuk mengubah tujuan begitu memikatnya. Dia tetap pada niat semula.
                   Istiqomah berarti berhadapan dengan segala rintangan, konsisten berarti tetap menapaki jalan yang lurus walaupun sejuta halangan menghadang. Iman dan istiqomah akan membuahkan keselamatan dari segala macam keburukan dan meraih segala macam yang dicintai. Orang yang istiqomah juga akan dianugerahi kekokohan dan kemenangan, serta kesuksesan memerangi hawa nafsu. Beruntunglah orang yang mampu istiqomah dalam melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Khususnya pada zaman seperti ini, saat cobaan, ujian, dan godaan selalu menghiasi kehidupan. Siapa saja yang kuat imannya akan menuai keberuntungan yang besar. Dan siapa saja yang lemah imannya akan tersungkur di tengah belantara kehidupan dan mengecap pahitnya kegagalan.
                  
B.     Dalil-dalil Istiqomah
·                       a. QS. Huud (11): 112
     Artinya: Maka konsisitenlah sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan  juga orang yang telah taubat bersamamu, dan janganlah kamu melalampaui batas. Sesungguhnya dia menyangkut apa yang kamu lakukan, maha melihat.
              Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammmad SAW untuk konsisten  dalam melaksanakan dan menegakkan tuntunan wahyu-wahyu Illahi sebaik mungkin sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana mestinya.
              Ayat sebelum ini berbicara tentang kitab Nabi Musa as dan pertikaian umatnya tentang kitab suci Taurat. Ayat ini melarang umat Islam bertikai seperti halnya pertikaian itu dan memerintahkan untuk konsisten memelihara dan mengamalkan kitab suci. Semua sepakat tentang Al-Quran yang dimulai dengan surah al-Fatihah dan berakhir dengan surah an-Naas
·                b.QS. Fushilat (41): 30-32
Artinya: 30. Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata) “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kanu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan kepadamu”.
               31. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidpan dunia dan akhirat di dalamnya surga kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh apa yang kamu minta.
               32. Sebagai penghormatan (bagimu) dari Allah yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.
          Inilah lanjutan dari bisikan malaikat yang disampaikan kedalam jiwa orang yang telah mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dan tetap teguh memegang pendirian, tidak berubah dan tidak beranjak, sebab hanyalah Allah tempat berlindung, tidak ada yang lain. Allahlah tempat memohonkan pertolongan, yang lain tidak. Maka selain dari ketenteraman hati diatas dunia ini sebagai alat paling penting untuk pertahanan jiwa dalam menghadapi serba-serbi gelombang kehidupan, dijanjikan pula bahwa kelak akan dimasukkan ke dalam surga.
          Sambungan bujukan malaikat-malaikat itu yakni bahwasanya dengan izin dan perintah dari Allah mereka memberikan jaminan perlindungan bagi orang yang teguh memegang pendirian bertuhan  kepada Allah itu, baik semasa hidupnya di dunia terutama di akhirat kelak. Maka bertambah condonglah kita kepada pendapat yang telah kita kemukakan diatas tadi, yaitu bahwa malaikat datang bukanlah semata-mata dikala orang yang teguh pendirian itu akan meninggal saja bahkan pada masa hidup dalam kondisi apapun. Fahruddin menulis dalam tafsirnya tentang maksud ayat ini, malaikat memberikan perlindungan atau pimpinan ialah bahwa kekuatan malaikat itu ada pengaruhnya atas orang yang beriman denagn membukakan keyakinan yang penuh dalam suatu pendirian, dan memberikan ketegakkan yang hakiki, yang tidak meragukan lagi, sehingga jiwa itu berani menghadapi segala kemungkinan apapun.
c.QS. Al-Ahqaaf (46): 13-14
     Artinya: 13. Sesungguhnya orang yang mengatakan Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka tetap istiqomah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka cita.
                   14. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. Sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.
              Orang-orang yang mengaku bahwa Allah SWT adalah Tuhannya dan menjadikan Allah SWT sebagai sentral dalam segala sesuatu. Lalu mereka istiqomah, teguh, yang merupakan derajat tinggi. Derajat itu berupa ketenangan jiwa dan ketenteraman hati serta keistiqomahan perasaan.
·                       d.QS. Al-Furqon (25): 32
     Artinya: Dan orang-orang kafir berkata, “Mengapa tidak diturunkan Al-Qur’an itu kepada Muhammasd dengan sekaligus?”. Diturunkan Al-Qur’an dengan cara demikian karena menetapkan hatimu (wahai Muhammad) dengannya, dan kami nyatakan bacaannya kepadamu dengan teratur satu persatu.
              Ayat ini berkaitan dengan istiqomah hati, yakni senantiasa teguh dalam mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga kesucian hati daripada sifat syirik, menjauhi sifat-sifat cela seperti riya dan hendaknya menyuburkan hati dengan sifat terpuji, terutamanya ikhlas, dengan kata-kata lain istiqomah hati mempunyai maksud keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran.
·                       e.QS. Ibrahim (14): 27
     Artinya: Allah menetapakan (pendirian) orang-orang yang beriman dengan kalimat yang tetap teguh dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.
              Ayat ini berkaitan dengan istiqomah lisan, yaitu dengan memelihara lisan atau tutur kata daripada kata-kata supaya senantiasa berkata benar dan jujur setepat kata hati  yang berpegang pada prinsip kebenaran dan jujur, tidak berpura-pura, tidak bermuka-muka, dan tidak berdolak-dalik. Istiqomah lisan terdapat pada orang yang beriman berani menyatakan dan mempertahankan kebenaran dan hanya takut kepada Allah SWT.

C.Karakteristik Perilaku Istiqomah
          a. Mempunyai Tujuan Yang Jelas
                        Sikap istiqomah hanya mungkin memasuki jiwa seseorang bila mereka mempunyai tujuan atau ada sesuatu yang ingin dicapai, mereka mempunyai visi yang jelas dan dihayatinya dengan penuh kebermaknaan. Merekapun sadar bahwa pencapaian tujuan tidaklah datang begitu saja, melainkan harus diperjuangkan dengan penuh kesabaran, kebijakan, kewaspadaan dan perbuatan yang memberikan kebaikan semata dengan menetapkan tujuan, mereka mampu merencanakan setiap tindakannya serta mengelola aset dirinya agar bekerja lebih efisien dan efektif.
          b. Kreatif
                        Orang yang memiliki istiqomah akan tampak dari kreatifitasnya, yaitu kemampuan untuk menghasilakan sesuatu melalui gagasan-gagasannya yang segar dan mempunyai rasa ingin tahu yang sangat besar serta tidak takut terhadap kegagalan, melainkan ia takut terhadap kemalasannya untuk mencoba.
                        Ciri-ciri orang yang kreatif diantaranya memiliki kekuatan motivasi untuk berprestasi, komitmen, serta inisiatif dan optimis.
          c. Menghargai Waktu
                        Waktu adalah aset Illahiah yang paling berharga, bahkan merupakan kehidupan yang tidak dapat disia-siakan, sebagaimana yang difirmankan dalam QS. Al-Ashr.Ciri-ci orang yang menghargai waktu diantaranya tanggungjawab dan disiplin dan tidak menunda-nunda waktu.
e.    Bersikap Sabar
        Sabar merupakan suasana batin yang tetap tabah, istiqomah pada awal dan akhir ketika menghadapi tantangan dan mengemban tugas dengan hati yang tabah dan optimis, sehinnga dalam jiwa orang yang sabar terkandung beberapa hal, yaitu menerima dan menghadapi tantangan dengan tetap konsisten dan berpengharapan, tetap mampu mengendalikan dirinya, tidak monoton dalam menilai sesuatu.



BAB III
PENUTUP

A.             Kesimpulan
Sikap Isiqomah adalah sesuatu yang mutlak harus di miliki oleh seorang musli sebab karena dalam upaya menegakkan ajaran Islam ini ialah yang menjadi target utama ialah upaya menanamkan sikap optimis dan konsisten dalam menegkkan ajaran Islam.Namun tak lepas dari itu semua dimana tuntutan zaman yang secara dinamis mempengaruhi akan ruang gerak da’wa Islam di era saat ini.
 Sikap Istiqomah inilah yang di contohkan oleh rasulullah Saw,lewat perjalanan dakwa beliau sejak beberapa tahun lamanya beliau mendakwakan Islam ini,terutama sikap istiqomah yang di tunjukkan oleh Raulullah Saw lewat berbagai peperangan yang di hadapi oleh beliau bersama para sahabatnya yang setia ikut andil dalam Peperangan bersama beliau.

DAFTAR PUSTAKA

Hafidz, Imam al-Faqih Abi Zakariya Muhyiddin Yahya an-Nawawi. Riyaadh ash-Sholihin. Surabaya.
Mu’is, Fahrur dan Muhammad Suhadi. 2009. Syarah Hadits Arbain an-Nawawi. Bandung: MQS Publishing
Suar, Teja. (ed.). 2004. Islam Saja! Bekal Bagi Pemuda Muslim. Bandung: Kalam UPI Press.
Tasmara, Toto. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah (Transcedental Intellegence). Jakarta: Gema Insani Press.
Tasmara, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta: Gema Insani Press.

Makala Studi Islam (Politik Dalam Islam)

Dosen Pembimbing : K.H BAHARUDDIN PAGIM

Diajukan sebagai tugas
“studi islam”


Di susun oleh:
Muhammad Danial


Pendidikan ulama tarjih
Universitas muhammadiyah makassar
Tahun ajaran 2012-2013



 DAFTAR ISI

Kata Pengantar  ...................................................................................................................  1
Daftar Isi            ...................................................................................................................  2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 3

1.2  Rumusan masalah ................................................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN

A.Pengertian Politik dan Politik dalam Islam..........................................................................  5
B.Konstribusi Islam dalam kehidupan 
    Politik Berbangsa dan Bernegara..........................................................................................  7
C.Asas-Asas sistem politik........................................................................................................  8
D.Prinsip utama sistem politik  ................................................................................................  10
E. Tujuan politik dalam islam  ................................................................................................  11
F. Dasar-Dasar politik dalam islam..........................................................................................  12
G. eksistensi islam dan Hukum Islam
     Dalam Sistem hukum Di Indonesia............................  ........................................................14

BAB III. PENUTUP
A.Kesimpulan...................................................................................................................  ....18
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................18

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha Esa karena berkat dan rahmatNya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “EKSISTENSI POLITIK DALAM ISLAM”
Dalam penyusunan makalah kali ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Namun sebagai manusia biasa,penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat sederhana.
Kami-pun  menyadari bahwasanya,tanpa kerja sama antara dosen pembimbing dan penulis serta beberapa kerabat yang memberi berbagai masukan yang bermanfaat bagi penulis demi tersusunnya makalah ini. Untuk itu penulis mengucapakan terima kasih kepada pihak yamg tersebut diatas yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan saran demi kelancaran penyusunan makalah ini.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun.



Penulis


BAB I
             PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Umat muslim, dalam hidupnya berpegang teguh pada Al Qur’an dan Al Hadist sebagai pedoman hidupnya. Dari kedua pedoman tersebut, umat muslim tidak perlu khawatir dalam menjalani persoalan hidupnya. Segala apa yang menjadi persoalan, solusi, peringatan, kebaikan dan ancaman termuat di dalam pedoman tersebut. Bahkan dalam Al Qur’an dan Al Hadist permasalahan politik juga tertuang didalamnya. Diantaranya membahas: prinsip politik islam, prinsip politik luar negeri islam. Baik politik luar negeri dalam keadaan damai maupun dalam keadaan perang.
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip politik islam tersebut :
1.      Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
(52) وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةًواحِدَةً وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ َ
2.      Keharusan menyelesaikan masalah ijtihadnya dengan damai (Al Syura:38 dan Ali Imran:159)
(Al Syura:38) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
3.      Ketetapan menunaikan amanat dan melaksanakan hukum secara adil (An Nisa:58)
(An Nisa:58) إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤدُّواْ الأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُواْ بِالْعَدْلِ إِنَّ اللّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إِنَّ اللّهَ كَانَ سَمِيعاً بَصِيراً
4.      Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (An Nisa:59)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ فَإِنتَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِالآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
5.      Kewajiban mendamaikan konflik dalam agama islam (Al Hujarat:9)
وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِن فَاءتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
6.      Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan agresi (Al Baqarah:190)
وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُواْ إِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبِّ الْمُعْتَدِينَ
7.      Kewajiban mementingkan perdamaian dari pada musuh (Al Anfal:61)
وَإِن جَنَحُواْ لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
8.      Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا اسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍ وَمِن رِّبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدْوَّ اللّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِن دُونِهِمْ لاَ تَعْلَمُونَهُمُ اللّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لاَ تُظْلَمُونَ
9.      Keharusan menepati janji (An Nahl:91)
وَأَوْفُواْ بِعَهْدِ اللّهِ إِذَا عَاهَدتُّمْ وَلاَ تَنقُضُواْ الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً إِنَّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
10.  Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bengsa-bangsa (Al Hujarat:13)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
11.  Keharusan peredaran harta keseluruhan masyarakat (Al Hasyr:7)
مَّا أَفَاء اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
12.  Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum
B. RUMUSAN MASALAH
a.Apa pengertian Politik dalam Islam?
b.  Konstribusi apa yang dilakukan agama islam dalam kehidupan politik berbangsa dan bernegara?
c.Apa saja asas-asas sistem politik dalam Islam?
d.Apa saja prinsip-prinsip sistem politik?
e.Apa tujuan politik dalam islam?
f.Apa dasar-dasar politik dalam Islam?
g.Apa eksistensi Islam dan Hukum islam dalam sistem hukum di Indonesia?










BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN POLITIK DAN POLITIK DALAM ISLAM
                 Pengertian politik berasal dari bahasa latin politicus dan bahasa yunani politicus,artinya (sesuatu yg) berhubungan dengan warga negara atau warga kota. Kedua kata itu berasal dari kata polis maknanya kota. Dalam kamus besar bahasa indonesia(1989),pengertian politik sebagai kata benda ada tiga. Jika dikaitkan dengan ilmu artinya :
1.      pengetahuam mengenai kenegaraan (tentang sistem pemerintahan,dasar-dasar pemerintahan)
2.      segala urusan dan tindakan(kebijaksanaan,siasat dan sebagainya)mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain.
3.      kebijakan,cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah).
Menurut miriam budiardjo (1993:8,9)  ada lima unsur sebagai konsep pokok dalam politik yaitu :
1.      negara
2.      kekuasaan
3.      pengambilan keputusan
4.      kebijaksanaan(kebijakan)
5.      pembagian dan penjatahan nilai-nilai dalam masyarakat.
Ke 5 unsur politik yg dikemukakannya itu berdasarkan definisi politik yg dirumuskannya.ia menyatakan bahwa “politik(politicus) adalah bermacam macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yg menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan itu”. Untuk  melaksanakan tujuan-tujuan sistem politik itulah diperlukan kelima unsur di atas. Dan dari definisi yg dikemukannya,miriam budirdjo melihat kegiatan (politik) merupakan inti definisi politik.
Menurut Abd.Muin Salim bahwa :      “Wujud kekuasaan politik menurut agama dan ajaran islam adalah sebuah sistem poltik yg diselenggarakan berdasarkan dan menurut hukum allah yg terkandung dalam al-qur’an”
Jika kata hukum yg berasal dari kata kerja hakama yg terdapat dalam surut Al-Ayat :36,39 dan 48 dan kata hukum dalam surat Al-Maidah:50 dan 95 diperhatikan dengan seksama,jelas bahwa arti kata hukum dalam ayat-ayat itu tidak hanya bersandar pada tuhan, tetapi juga pada manusia. Ini berati bahwa menurut agama dan ajaran islam ada dua hukum.
            Tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yg bertanggung jawab atas tegaknya hukum tuhan dalam pembangunan kemakmuran di bumi untuk Al-Qur’an yg memuat wahyu Allah,menunjukan jalan dan harapan yakni :
1.      Agar manusia mewujudkan kehidupan yg sesuai dengan fitrah(sifat asal atau kesucian)nya
2.      mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakan hukum
3.      memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi,dan pada saat yang sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian,kemunkaran dan kesewenangan-wenangan.
Oleh karenanya di perlukan sebuah sistem politik sebagai sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan).
 Manusia diciptakan Allah dengan sifat bawaan ketergantungan kepada-nya di samping sifat sifat keutamaan,kemampuan jasmani dan rohani yg memungkinkan ia melaksanakan fungsinya sebagai khalifah untuk memakmuran bumi. Namun demikian,perlu dikemukakan bahwa dalam keutamaan manusia itu terdapat pula keterbatasan atau kelemahannya. Karena kelemahannya itu,manusia tidak mampu mempertahankan dirinya kecuali dengan bantuan Allah SWT.
Bahwa konsep sistem politik islam adalah konsep poltik yg bersifat majemuk. Sebabnya, karena sistem poltik islam lahir dari pemahaman atau penafsiran seseorang terhadap Al-Qur’an berdasarkan kondisi kesejarahan dan konteks persoalan masyarakat para pemikir politik. Namun demikian adalah naif(tidak masuk akal) jikalau ada pendapat yg mengatakan bahwa islam yg telah membuat sejarah selama lima belas abad tidak mempunyai sistem politik hasil pemikiran para ahlinya.
Di dalam kepustakaan dapat dijumpai pemikiran politik yg dikembangkan oleh golongan khawarij,syi’ah,mu’tazilah. Di kalangan sunni terdapat juga pemikiran poltik baik di zaman klasik maupun di abad pertengahan tentang proses terbentuknya negara,unsur-unsur dan sendi-sendi negara,eksistensi lembaga pemerintahan,pengangkatan kepala negara,syarat-syarat(menjadi)kepala negara,tujuan dan tugas pemerintahan,pemberhentian kepala negara,sumber kekuasaan,bentuk pemerintahan dan lain sebagainya.
Selain itu juga perlu di camkan bahwa,bahkan dalam upaya Rasulullah Saw dalam menegakkan syari’at Islam di tengah peradaban dunia saat itu jua nilai perjuangan beliau lebih banyak menggunakan langkah strategi perjuangan lewat pemikiran-pemikiran politis para sahabat yang kemudian senantiasa di tunutun oleh Al-Qur’an,dab tak hanya demikian tetapi juga sampai masuk kepada mereka yang turut serta dalam perdagangan Romawi -Persia,Parlemen pemerintahan dan lain-lainnya,oleh karena demikian maka tak layak ketika di katakan bahwa Islam pencetus sejarah terbesar dunia namun tak punya nilai politis.



B.KONTRIBUSI ISLAM DALAM KEHIDUPAN
POLITIK BERBANGSA DAN BERNEGARA
1. Politik ialah : Kemahiran
2. Menghimpun kekuatan
3.  Meningkatkan kwantitas dan kwalitas kekuatan
4.  Mengawasi kekuatan dan,
5.  Menggunakan kekuatan,untuk mencapai tujuan kekuasaan tertentu didalam negara atau institut lainnya.

Mengingat akan kezaliman politik di zaman Pra Islam sehinggah membuat kita teringat oleh kekuasaan terhadap politik yang di monopoli oleh komunitas tertentu diantara mereka(Penguasa) yang oleh mereka sendiri sering bersikap Otoriter dengan memaksakan kehendak pribadinya terhadap rakyat,dengan tanpa memberikan hak kepada siapapun untuk menegmukakan pendapat untuk menyusun program dan cara kerja penguasa.Yang sistem pemerintaha yang demikian itulah yang menimbulkan berbagai macam bentuk penindasan deskriminasi di tengah-tengah dinamika kekuasaan dan di jua lebih kepada rakyat yang pada hakekatnya butuh akan sumbangsi pelayanan dari penguasa.
Beberapa tokoh memberikan pengertian tentang politik :
1. Menurut Ruslan Abd.Gani,dalam bukunya “politik dan ilmu”
  “perjuangan poltik bukan selalu,tetapi seringkali,malahan politik adalah seni tentang yg mungkin dan tidak mungkin. Sering pula diartikan adalah pembentukan dan penggunaan kekuatan”.
2.Menurut : F.Isywara,dalam pengantar ilmu politik,bandung 1967.p.37,38,a.1 mencatat beberapa arti tentang politik diantaranya:
a. Politik tidak lain,dari pada perjuangan kekuasaan
b. politik adalah jalan kekuasaan
c. problem sentral dari pada politik adalah : distribusi kekuasaan dan kontrol kekuasaan. Politik adalah mencari kekuasaan,sedangkan hubungan politik adalah kekuaaan,actua; atau potensial.
d. ilmu politik itu adalah : studi tentang pengaruh dan yg berpengaruh. Adapun yg berpengaruh itu adalah mereka yg memperoleh sebanyak banyaknya yg dapat diperoleh  adalah deprence,income,safety (kehormatan,penghasilan dan keselamatan).
e. ilmu politik adalah : studi tentang kontrol, yaitu tindakan kontrol manusia dan kontrol masyarakat.
f. politik adalah : perjuangan untuk memperoleh kekuasaan atau “teknik menjalankan kekuasaan atau”masalah masalah pelaksanaan dan kontrol kekuasaan”,atau”pembentukan kekuasaan”.

Bicara politik erat kaitannya dengan negara,dimana negara adalah organisasi territorial suatu (beberapa) bangsa yg mempunyai kedaulatan. Negara adalah institut(institution) suatu atau (bebrapa) bangsa yg berdiam dalam suatu daerah teritorial tertentu dengan fungsi menyelenggarakan kesejahteraan bersama,baik materi maupu n spiritual.
Negara adalah organisasi bangsa. Organisasi adalah organ (badan atau alat) untuk mencapai tujuan. Jadi negara itu bukanlah tujuan,bagi setiap muslim.bagi setiap muslim negara itu alat untuk merealisasiakan fungsi khalifah (fungsi kekhalifahan) dan tugas ibadah (dalam arti seluas luasnya) kepada Allah swt.
Didalam rangka memanfa’atkan negara sebagai media amanat khalifah dan sebagai alat pengabdian kepada Allah swt,maka disini dapat kita mengambil kesimpulan bahwa :
a. politik adalah suatu aspek penting,bukan satu satunya aspek terpenting,dalam perjuangan umat islam.
b.berjuang tidak identik dengan berpolitik
c.berpolitik tidak identik dengan berpolitik praktis.
d.politik bukan sentral perjuangan umat islam
e.partai politik islam bukan panglima perjuangan umat islam

C.ASAS-ASAS SISTEM POLITIK DALAM ISLAM
1. Hakimiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Firman Allah Swt :
“Dan Dialah Allah,tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan” (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
·         Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa
·         Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh sesiap kecuali Allah
·         Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya Pencipta
·         Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik
·         Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa arti bahwa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.
2. Risalah
Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-perintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka.
Firman Allah:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya” (Al-Hasyr: 7)
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa’: 65)

3. Khilafah
Khilafah berarti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau  wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
“Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat”.(Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
·         Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip=prinsip tanggngjawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah
·         Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya
·         Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal
·         Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan yakin  dan tanpa keraguan.
            Untuk itu asas utama dari pada sistem Politik Islam adalah disandarkan kepada Al-Qur’an dan Al-hadits yang menjadi pedoman utama dalam kehidupan setiap muslim,segalanyadi nisbahkan hanya pada ketetapan Allah dan Rasulnya tak ada toleransi untuk keluar dari koridor ajaran Islam yang sebenarnya.
D.PRINSIP-PRINSIP UTAMA SISTEM POLITIK
a.Musyawarah
-Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan orang-orang yang akan menjawat tugas-tugas utama dalam pentabiran ummah.
-Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
-Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi pemerintahan dalam menentukan perkara-perkara baru yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.


b.Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.
Kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
c.Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berteruskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
d.Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuat kuasa undang-undang.
e.Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah.
Hak rakyat untuk disyurakan adalah berarti kewajiban setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga berarti bahwa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.
E.TUJUAN POLITIK DALAM ISLAM
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam.  Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam.  Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah  Ad-Din dan berlanjutlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut.

Para fuqaha Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
1.  Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulamak salaf daripada kalangan umat Islam
2. Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih
3. Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai
4. Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia
5. Menjaga perbatasan negara dengan pelbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar
6. Melancarkan jihad terhadap golongan yang menentang Islam
7. Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syarak
8. Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
9. Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara
10. Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin negara dan melindungi  Ad-Din
F.DASAR-DASAR POLITIK DALAM ISLAM
Nilai-nilai dasar politik dalam AL Qur’an dan Al Hadist
A.    Al-Qur’an
1.      Kemestian mewujudkan persatuan dan kesatuan ummat.
“Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku.” (Al-Mu’minun:52).
(52) وَ إِنَّ هذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةًواحِدَةً وَ أَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ َ
2.      Keharusan bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah ijtihadiyah.
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.” (Al-Syura: 38)
(Al Syura:38) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
3.      “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Ali Imran : 159).
4.      Kemestian menunaikan amanat dan menetapkan hukum secara adil.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Al-Nisa : 58).
5.      Kemestian mentaati Allah dan Rasulullah serta Uli al-Amri
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Al-Nisa : 59).
6.      Kemestian mendamaikan konflik antar kelompok dalam Masyarakat Islam
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil. (Al-Hujurat : 9)”
B.     Al Hadist
1.      keharusan mengangkat pemimpin
Dari Abu Hurairah r.a. telah bersabda Rasulullah saw.: “Apabila tiga orang keluar untuk bepergian, maka hendaknya salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin mereka”. (H.R. Abu Dawud)
dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh bagi orang yang berada di ttempat terbuka di muka bumi ini, kecuali salah seorang  diantara mereka menjadi pemimpinnya” . (H.R. Ahmad).
2.      Keharusan pemimpin untuk bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Dari Ibnu Umar r.a, telah bersabda Rasulullah saw. : “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin itu bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang imam yang menjadi pemimpin rakyat bertanggung jawab terhadap rakyatnya dan setiap suami bertanggung jawab atas rumah tangganya”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
3.      Kemestian menjadikan kecintaan dalam persaudaraan sebagai dasar hubungan timbal balik antara pemimpin dengan pengikut.
Dari Auf bin Malik, telah bersabda Rasulullah saw. : “pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mencintai kamu dan kamu mencintainya, mendo’akan kamu dan kamu mendo’akan mereka, sedangkan pemimpin yang jelek adalah pemimpin yang kamu benci dan mereka membenci kamu, kamu melaknat mereka dan mereka melaknat kamu.” (H.R. Muslim).
4.       Kemestian pemimpin berfungsi sebagai perisai.
Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya pemimpin itu ibarat perisai yang dibaliknya digunakan untuk berperang dan berlindung. Apabila pemimpin memerintah berdasarkan ketakwaan terhadap Allah ‘Azza wa Jalla dan berlaku adil, maka baginya ada pahala, apabila memerintah dengan dasar selain itu, maka dosanya akan dibalas” . (H.R. Muslim).
5.      Keharusan pemimpin untuk berlaku adil.
Dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah saw.: “Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah swt. dibawah naungan-Nya pada hari kiamat dan tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, yang pertama adalah imam yang adil … “. (H.R. Bukhari Muslim)
G.EKSISTENSI ISLAM DAN HUKUM ISLAM DALAM
SISTEM HUKUM DI INDONESIA
            a. Menurut Muhammad Thahir Azhary, Agama Islam dalam sistem hukum nasional terdapat berbagai relevansi hukum, baik dalam bentuk konsep maupun praktik hukum yang ada, yaitu sebagai berikut:
1.      prinsip permusyawaratan, di dalam Alquran terdapat dua ayat yang menggariskan prinsip musyawarah sebagai salah satu prinsip dasar nomokrasi (negara hukum) yang mempunyai relevansi dengan hukum di Indonesia, yaitu terdapat pada Q.S. As-Syura 38 yang  menggambarkan bahwa dalam setiap persoalan yang menyangkut masyarakat atau kepentingan umum, Nabi selalu mengambil keputusan setelah melakukan musyawarah dengan para sahabatnya. Selanjutnya dijelaskan pula dalam Q.S. Ali Imran ayat (159), yaitu; “وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ” yang berarti “dan bermusyawarahlah engkau dalam setiap setiap urusan”. Ketentuan dalan surat tersebut mempunyai relevansi dengan sila keempat pada  Pancasila yang menyangkut mengenai permusyawaratan.
2.      prinsip keadilan, prinsip keadilan merupakan prinsip ketiga dalam hukum Islam. Perkataan adil (al ‘adl, al qisth, dan al mizan) menempati urutan ketiga yang paling banyak disebut di dalam Alquran setelah kata “Allah” dan “ilmu pengetahuan”. Sehingga disimpulkan bahwa Islam mengajarkan manusia di dunia untuk selalu berbuat adil dengan mengedepankan integritas yang tinggi. Lebih lanjut disebutkan dalam Q.S. Annisa’ ayat (135) yakni : “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ” yang berarti “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu benar-benar menjadi penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri, atau ibu-bapak dan kerabatmu”.Secara konstitusional konsep dan prinsip keadilan dapat ditemukan pada sila ke lima pada Pancasila, yang menjadi landasan dasar dari tujuan dan cita-cita-cita negara (staatsidee) sekaligus sebagai landasan filosofis negara (filosofische grondslag).
3.      Prinsip persamaan atau kesetaraan dan hak asasi manusia, prinsip persamaan dalam hukum Islam mencakup persamaan dalam segala bidang termasuk di bidang politik, hukum dan sosial. Perdamaian di bidang hukum memberikan jaminan akan perlakuan dan perlindungan hukum yang sama terhadap semua orang tanpa memandang kedudukan asalnya (original position). Prinsip persamaan, termasuk prinsip kebabasan yang sama tercermin dari adanya ketentuan mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and fredoms of citizens).
Berkaitan dengan hak kesetaraan hukum antara pria dan wanita (gender) dapat ditemukan pada Pasal 27 ayat (1), 28D ayat (1) UUD 1945 Pasca amandemen.[28] Dalam Q.S. Al Baqarah ayat (228) disebutkan “وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَ‌ٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا . وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ” yaitu para perempuan mempunyai hak yang setara dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.
4.      Prisip peradilan yang bebas, yaitu peradilan yang berguna memberikan keadilan bagi para pencari keadilan (justiciabelen). Justice Abu Hanifah berpendapat bahwa kekuasaan kehakiman harus kebebasan dari segala macam bentuk pressure (tekanan) dan campur tangan kekuasaan eksekutif. Bahkan kebebasan tersebut mencakup pula wewenang hakim untuk menjatuhkan putusan pada seseorang penguasa apabila ia melaggar hak-hak rakyat.
            Prinsip peradilan yang bebas dijelaskan dalam Q.S. An nisaa ayat (58) yang berbunyi “وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ” yang berarti “Bila kamu menetapkan hukum di antara manusia maka hendaklah kamu tetapkan dengan adil”. Dalam bidang justisial, secara normatif mewajibkan tercantum kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada setiap putusan hakim. 
Di samping itu, mengenai peradilan terdapat pengakuan eksistensi terhadap Peradilan Agama sebagai peradilan yang independen.Peradilan agama merupakan peradilan bagi orang-orang Islam dengan kewenangan memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata antara orang Islam.
5.      Prinsip kesejahteraan, dalam prinsip ini ada motivasi pelaksanaan prinsip kesejahteraan yaitu doktrin Islam “hablun min Alah wa hablun min annas”, yaitu aspek ibadah dan aspek mu’amalah. Dengan kata lain, realisasi prinsip kesejahteraan itu semata-mata bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dalam masyarakat.
Berkenaan dengan kehidupan beragama dalam perspektif konstitusi dapat dijelaskan bahwa setiap warga negara wajib untuk memeluk dan menjalankan agama, termasuk Agama Islam. Hal ini menjadi suatu konsekuensi bagi pemeluk agama yang bersangkutan wajib menjalankan syariat agamanya.
Apabila seseorang beragama Islam atau menyatakan diri beragama Islam, maka dia harus tunduk pada aturan Islam, bukan justru dia hanya mengaku beragama Islam tanpa melaksanakan kewajibannya sebagai umat Islam dengan sungguh-sungguh.Pengertian hak beragama hanya mengenai hak untuk menjalankan salah satu agama yang berlaku di Indonesia. Sehingga dalam tataran implementasi mengenai kehidupan beragama perlu adanya aktualisasi mengenai nilai-nilai kebebasan yang ada,demi untuk memberikan pencerahan makna yang terkandung di dalam UUD 1945.
Penekanan kewajiban untuk menjalankan agama yang diyakini (dalam hal ini adalah Islam) dibuktikan dengan menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman. Sehingga apabila prinsip beragama dalam perspektif konstitusi diartikan secara seimbang antara hak dan kewajiban,maka akan mudah dalam upaya mewujudkan ketertiban hukum, kehidupan yang saling toleransi, dan tentram.
Selanjutnya mengenai Islam dalam perspektif konstitusi, secara yuridis konstitusional UUD 1945 memproteksi hak warga negara mengenai kebebasan bagi pemeluk Agama Islam untuk menjalankan kewajibannya berdasarkan syariat Islam.
Eksistensi ideologi Islam secara expressiv verbis terdapat pada Pembukaan UUD 1945 sekaligus sebagai Pancasila yaitu, “Ketuhanan yang Maha Esa” yang terkesan mengutip ayat pada Q.S. Al Ihlas pada ayat  yaitu : “قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ”  yang berarti “katakanlah bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa”. Lebih lanjut pada Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 disebutkan yaitu “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa UUD 1945 mempunyai nilai keislaman yan tinggi yang berhubungan dengan aqidah(keyakinan) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Sila “Ketuhanan Yang Maha Esa” mencerminkan sifat bangsa kita yang percaya bahwa terdapat kehidupan lain di masa nanti setelah kehidupan kita di dunia sekarang. Ini memberi dorongan untuk mengejar nilai-nilai yang dianggap luhur yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di masa nanti.
b.Menurut Juhaya S. Pradja Prinsip-prinsip Hukum Islam yang dijadikan landasan  ideal fiqih sebagimana dikatakannya yakni :
1.      Prinsip tauhidullah,
2.      Prinsip insaniyah,
3.      Prinsip tasamuh,
4.      Prinsip ta’awun,
5.      Prinsip silaturahim bain annas,
6.      Prinsip keadilan, dan
7.      Prinsip kemaslahatan.
Di samping itu, dalam perspektif konstitusi terdapat keseimbangan mengenai hubungan negara, hukum, dan agama. Agama sebagai komponen pertama berada pada posisi lingkaran yang terdalam, terbukti prinsip ketuhanan menjadi sila yang pertama dalam Pancasila.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa politik dalam islam itu yakni tujuan hidup manusia hanya dapat terwujud jika manusia mampu mengaktualisasikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk utama yg bertanggung jawab atas tegaknya hukum Allah dalam mewujudkan kemakmuran di bumi agar manusia dapat mewujudkan kehidupan yg sesuai dengan fitrahnya  yg mewujudkan kebajikan atau kebaikan dengan menegakan hukum.memelihara dan memenuhi hak-hak masyarakat dan pribadi,dan pada saat yg sama memelihara diri atau membebaskan diri dari kekejian,kemunkaran dan kesewenangan-wenangan.
Untuk itu di perlukan sebuah sistem politik sebagai sarana dan wahana (alat untuk mencapai tujuan). Karena kedudukan manusia di atas muka bumi ini adalah sebagai wakil Allah. Oleh karena itu,dengan kekuasaan yang telah diamanahkan ini,maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini,maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar.
Dan dengan menjalankan Rukun Islam dan Rukun Iman. Sehingga apabila prinsip beragama dalam perspektif konstitusi diartikan secara seimbang antara hak dan kewajiban,maka akan mudah bisa mewujudkan ketertiban hukum,kehidupan yang saling toleransi,dan ketentraman.
Oleh karena itu di dalam islam nilai-nilai yang dianggap luhur itulah yang akan membuka jalan bagi kehidupan yang baik di masa nanti.

DAFTAR PUSTAKA
-          Sirah Nabawiyah/Sisis Politis Perjuangan Rasulullah Saw/: Prof.DR.Muh.Rawwas Qol’ahji.



-          Azhary, Muhammad Thahir, 2007. Negara Hukum: Suatu Segi Tentang Prinsip-prinsip Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya Pada Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Kencana



-          Yusuf Al-Qardhawy, Pedoman Bernegara Dalam Perspektif Islam,Terjemahan dar Judul Aslinya: As-Siyasah Asy-Syari’yah, oleh Kathur Suhadi, Pustaka Al Kautsar, Cet.I, Jakarta,1999.